Rabu, 12 November 2014

Budidaya Udang Windu


                                                                            

Pembenihan udang windu (Penaeus monodon)
sekarang sudah berkembang di beberapa nagara termasuk Indonesia, sebenarnya merupakan kerja keras para ahli udang selama bertahun-tahun untuk memaksa induk udan yang tadinya sulit bertelur menjadi mudah bertelur. Hasil tersebut mulai dipraktekkan di Indonesia sejak tahun 1978 dengan teknik ablasi mata. Walhasil,
petani tambak kita sekarang tidak harus bersusah payah menangkap benur di laut yang jumlahnya terbatas, tetapi dapat langsung memesan benih sesuai dengan kebutuhan di panti pembenihan, tanpa harus menunggu lagi musim benur.
Budidaya udang windu (Penaeus monodon) telah banyak dilakukan di berbagai negara yang memiliki perairan laut, sehingga produksinya dari tahun ke tahun terus meningkat sesuai dengan meningkatnya ilmu budidaya udang ini. Di Indonesia budidaya udang ini juga berkembang sangat pesat dari cara yang masih tradisional (ekstensif), sampai ke cara-cara yang lebih modern (intensif) dan hasilnya terus meningkat sesuai dengan meningkatnya lahan budidaya.
Sebagai makhluk hidup, udang juga mempunyai musuh. Musuh ini dapat berupa hama yang menyerang udang secara langsung (pemangsa udang), maupun berupa jasad renik baik mjenis bakteri, virus, maupun parasit, sehingga merupakan kendala dalam budidaya yang dapat menurunkan hasil produksinya.
,menjelaskan bahwa banyak atau sediktnya keuntungan yang diperoleh dari usaha udang ini, tidak lepas dari penanganan panen dan pascapanennya, dan hal ini pun sangat tergantung pada kualitas udang yang dihasilkan. Penanganan pascapanen yang buruk dapat menyebabkan rusaknya udang, sehingga tidak memenuhi syarat untuk ekspor. Dengan turunnya kualitas udang, maka harganya pun menjadi jatuh dan dapat merugikan usaha tambak udang ini.
Hal inilah yang kemudian menjadi alasan dilaksanakannya praktek lapang Dasar-Dasar Akuakultur agar mas yarakat dapat mengetahui bagaimana perbedaan prinsip kerja pada tambak ekstensif, semi-intensif, dan intensif serta mengetahui tahap persiapan tambak hingga pascapanen.


Gambaran Umum Tambak Tradisional

Petakan tambak pada tingkat budidaya ini , bentuk dan ukuran tidak
teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan
mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang  keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga di buat caren dari sudut ke sudut(diagonal). Kedalaman caren itu 30-50 lebih dalam daripada bagian lain dari dasar petakan yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan alami bagi ikan bandeng dan udang. Pada tambak tradisional, semula tambak tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari kesuburan alamiah pula.Pemberantasan ham ju ga tidak dilakukan, sehingga benih bandeng yang dipelihara banyak yang hilang/mati. Akibatnya produkti v itas semakin rendah.



                                                 Gambar Tambak Tradisional

Gambaran Umum Tambak Semi-Intesif
Metode atau sistem budidaya ini merupakan peningkatan / perbaikan dari sistem tradisional /ekstensif yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengolahan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha per petakan. Pada tambak semi-intensif pengolahan air cukup baik , ketika ada air pasang naik, sebagian air tambak itu digantikan dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan udang sehat. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu
persiapan tambak sebelum penebaran benur. Serangan hama juga di cegah
dengan melakukan pemasangan sistem saringan pada pintu-pintu air.
                                                                   

Gambaran Umum Tambak Intensif

Budidaya udang di tambak ialah kegiatan usaha pemeliharaan atau
pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi
ukuran yang layak untuki dikonsumsi. Budidaya udang laut sudah sejak seabad
yang lalu dipraktekkan di banyak negara di Asia , termasuk juga di indonesia .
Sampai dasawarsa yang lalu komoditi udang umumnya digolongkan sebagai
hasil sampingan di tambak , karena tambak itu terutama digunakan untuk
memelihara ikan bandeng . Benih udang secara alami masuk ke dalam tambak
bersama air pasang yang mengaliri tambak itu. Budidaya udang intensif
dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan (input) biaya
yang besar , sebagai imbangan dari masukan yang tinggi maka dapat dicapai
volume produksi yang sangat tinggi pula.
Petakan umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak. Maksudnya supaya
pengelolahan air dan pengawasan lebih mudah. Kolam atau petakan
pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa.
Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas dari
teknis budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu
50.000 sampai 600.000 ekor /ha . Makanan sepenuhnya tergantung dari
makanan yang di berikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan udang.


SYARAT-SYARAT PEMILIHAN LOKASI TAMBAK

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan itu
sendiri, maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak
baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia
sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan
daerah banjir

Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang
maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari pencemaran.

Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH) berkisar 7-8.5

Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan
kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%.
A.
PERSIAPAN TAMBAK

Pengeringan

Pengeringan merupakan proses dimana seluruh air yang berada di area
tambak dikeringkan total sampai tanah mengerut.
Persiapan tanah dasar tambak
yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan total kemudiaan penjemuran
tanah dasar dibawah terik matahari hingga tanahnya retak. Lama penjemuran sekitar
1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca. Khusus tambak yang pernah
digunakan untuk memelihara udang, lapisan atas tanah dasar tambak perlu
dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan yang sudah membusuk.
Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan cangkul. Jika kondisi
tanah dasar tambak tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan atas tidak perlu
dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul atau bajak.

Pengapuran

Pengapuran merupakan proses kedua dalam pembuatan tambak yang
mana pengapuran merupakan proses penaburan kapur pertanian.Jika proses pengeringan dan pembalikan tanah dasar dianggap cukup
, selanjutnya dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian. Pengapuran
tidak hanya dilakukan di tanah
dasar tambak, tetapi juga di dinding tanggul bagian dalam yang mengarah ke
tambak. Cara pengapuran adalah menyebar kapur secara merata ke seluruh
tanah dasar dan dinding tanggul.

Pemupukan

Pemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah
dilakukan tahap-tahap sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk
NPK dosis 4-5 ppm dan penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1
ppm. Gunanya, untuk menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati
karena aplikasi klorin. Bila plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus
dimasukkan bibit plankton yang diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur
tersebut. Bila plankton tidak dibenarkan diambil dari tambak lain karena
kekhawatiran akan tertular penyakit.

Persyaratan kualitas air tambak yang siap untuk di tebari benur antara
lain, kecerahan 35-45 cm (diukur dengan secchi disk), warna air coklat muda
atau hijau,
pH air 7,5-8,5, oksigen terlarut (DO) 3-4 ppm, dan kedalaman air
> 70 cm. Untuk petani yang memiliki alat pemeriksaan kualitas air dan tanah
yang lengkap, dapat diukur juga alkalinitas
90-140 ppm dan total bahan organik
kurang dari 150 ppm.
B.
PENEBARAN
1.
Kepadatan
Kepadatan benur yang ditebar tergantung dari metode budidaya yang
diterapkan, kondisi tambak (daya dukung), kualitas air, dan sarana penunjang
yang tersedia, seperti aerator (kincir air) dan pompa air. Padat tebar benur pada
budidaya udang secara intensif adalah 150.000-300.000 ekor/ha. Jika tambak
memiliki daya dukung yang prima dan prasarana yang memadai, padat tebar
bisa lebih tinggi, tetapi penambahan padat tebar ini dipertimbangkan lebih matang

Padat penebaran benih udang windu bila diberikan pakan tambahannya
dedak halus, penebarannya sebanyak 100-200 ekor per meter persegi, dan jika
diberi makanan tambahan pelet yang berkadar protein 25%, penebaran benih
sebanyak 300-400 ekor per meter persegi. Benih udang windu akan cepat
tumbuhnya, kalau di
pelihara dalam tambak yang baik.

2.
Waktu yang Baik Untuk Penebaran
Waktu yang baik untuk penebaran yaitu kondisi yang cocok untuk proses
penebaran.
Penebaran sebaiknya dilakukan saat teduh,seperti pada pagi hari
atau sore hari.
Hindari penebaran benur ketika hujan atau terik matahari karena
akan menyebabkan stress,
bahkan bisa memicu kematian udang windu.

3.
Kriteria Bibit yang Baik
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau
dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur)menurut ukurannya.
Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi
pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air.
Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit
melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya
membentang seperti kipas.

Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya
telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka
berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang
terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau
putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan
sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru

A.
PEMELIHARAAN
Pemeliharan udang windu dilakukan setalah menebarkan benih. Dalam
pemeliharaan hal yang perlu dilakukan adalah mengawasi apabila ada gangguan
yang mengancam kegagalan usaha produksi udang windu. Selama
pemeliharaan berlangsung, agar udang tidak kekurangan pakan alami, petambak
dapat memproduksi pakan dengan cara pemupukan tambak dengan urea dan
TSP. Pupuk buatan ini mudah larut dalam air hingga dapat mendorong
pertumbuhan plankton sebagai pakan alami.Pemupukan bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap, lumut, plankton dan
bentos. Cara membudidayakan kelekap, lumut, dan diatomae dilakukan pada
masa pemeliharaan udang.

Pakan Dan Pemberian Pakan
Cara menyediakan kelekap sebagai pakan alami pada pemeliharan
udang windu adalah dengan mengolah tanah dasar tambak. Tambak dikeringkan
dengan sebelumnya ditaburi dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
Kemudian ditaburi pupuk kandang seperti kotoran ayam, kerbau, kuda, dan lainnya, atau dapat menggunakan
pupuk kompos sebanyak 1000kg/ha. Isi
tambak dengan air sampai 5-10 cm, biarkan tergenang dan menguap sampai
kering. Tambahkan pupuk anorganik kembali, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP
sebanyak 75 kg/ha. Sesudah 5 hari kelekap mulai tumbuh. Air dapat di tinggikan
secara berangsur-angsur, hingga kedalaman 40 cm diatas dasar tambak.
Selama pemeliharaan udang, lakukan pemupukan susulan sebanyak 1 sampai 2
kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.

Hama dan Penyakit
a.
Hama

1.
Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan
memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2.
Bangsa ketam membuat lubang di pematang, sehingga dapat
mengakibatkan bocoran-bocoran.
3.
Udang tanah (Thalassina anomala), Membuat lubang di pematang.
4.
Hewan-hewan penggerek kayu pintu air mrusak pematang, merusak
tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredonavalis), dan lain-lain.
5.
Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.) menempel pada
bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang
tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan
pengendalian lumut.
b.
Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,
termasuk golongan buas, antara lain:
1.
Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong(Tehrapon tehraps),
 kakap (Lates calcarifer), keting (Macronesmicracanthus), kuro (
Polynemus sp.), dan lain-lain.
2.
Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (
Scylla serrata).
3.
Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa) cangak(Ardea cinera rectirostris),
 pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis),
pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4.
Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops,
Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5.
Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogaleperspicillata).
c.
Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam
hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.

1.
Bangsa siput, seperti trisipan (
Cerithidea cingulata), congcong(Telescopium telescopium).
2.
Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3.
Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp.dan Uca sp.
4.
Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis
Cardina denticulata, dan lain-lain.
d
.
Penyakit asal virus.
1.
Monodon Baculo
Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap
kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam
pembesaran.
2.
Infectious Hypodermal Haemato
poietic Necrosis Virus (IHHNV)
gejala
:
1.
Udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke
permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
2.
Bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan
tenggelam di bawah kolam;
3.
Udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala
tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
4.
Pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan
tubuhnya berwarna putih keruh;
5.
Permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit
jamur;
6.
Padakulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada
mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3.
Hepatopancreatic Parvo-like Virus Gejala: terutama menyerang
hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara
mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel
organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
2.
Cytoplamic Reo-like Virus Gejala:
1.
Udang
berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di
kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang
penting adalah perbaikan kualitas air.
3.
Ricketsiae
Gejala:
1.
udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
2.
udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang
terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian
tengah
(mid gut);
3.
adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
4.
kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran
benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5
sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak
ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya
sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik
(oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat
mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun,
kematian akan timbul lagi.
e.
Penyakit asal Bakteri
1.
Bakteri nekrosis

Penyebab:
1.
bakteri dari genus Vibrio;
2.
merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka,
erosi bahan kimia atau lainnya.

Gejala:
1.
muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat
(multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat
tambahan lainnya;
2.
usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.

Pengendalian:
1.
Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2.
Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta
menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
3.
pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2.
Bakteri Septikemia

Penyebab:
1.
Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas
sp.;
2.
merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi
vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.

Gejala:
1.
menyerang larva dan post larva;
2.
terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).

Pengendalian:
1.
pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2.
pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
f.
Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kual
itas, kepekaan
terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa
parasit dapat menyebabkan
kemandulan (Bopyrid).
1
.
Parasit cacing
a.
Cacing Cestoda, yaitu


Polypochepalus sp
., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan
ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.

Parachristianella monomegacantha
, berparasit dalam jaringan inter-
tubuler hepatopankreas.
a.
Cacing Trematoda:
Opecoeloides
sp
.,yang ditemukan pada dinding
proventriculus dan usus

b.
Cacing Nematoda:
Contracaecum sp.,menyerang hepatopankreas
udang yang hidup secara alamiah

1.
Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini
menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan
tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada
udang.
g
.
Penyakit Asal Jamur

Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu
24 jam.

Penyebab:
a.
Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
b.
penyebarannya terjadi pada waktu
pemberian pakan
.
A.
PANEN
1.
Waktu Panen dan Ukuran Panen
Udang windu yang dipelihara secara semi-intensif, pertumbuhannya agak
lambat disbanding dengan pada budidaya intensif. Karena pada tambak intensif
air tambak sering diganti dan pakan cukup bermutu sehingga pertumbuhan
udang cepat. Pada tambak semi-intensif, dalam waktu pemeliharaan 4-5 bulan
udang baru mencapai berat rata-rata 25-28 gram/ekor. Sedangkan pada tambak
intensif dalam waktu pemeliharaan
4 bulan atau kurang berat udang dapat
mencapai 35-40 gram/ekor

.
2.
Metode Panen
Metode
pemanenan ialah dengan menggiring udang yang umumnya
berada di dasar tambak. Al
at yang digunakan kerei atau ja
ring yang lebarnya
caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh
beberapa orang yang memegangi kerei atau jarring itu, menuju ke depan pintu
air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei yang lain. Udang yang
terkumpul di kubangan dekat pintu air itu dengan mudah diambil.
Cara menangkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan
memasang jarring penadah yang cukup luas/panjang disaluran pembuangan air.
Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang
tidak banyak tert
inggal bersembunyi dalam Lumpur
(Suyanto, 2006).
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan
masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu (Suyanto, 2006) :
1.
Ukurannya besar
2.
Kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3.
Masih
dalam keadaan hidup dan segar.
Jenis – Jenis
Panen
1.
Panen Selektif
a.
Panen
menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari
dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk
jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan
kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di
ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada
pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang.
Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang
besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang
melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
a.
Panen
menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air
tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan.
Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan
dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut
seragam.
b.
Panen
menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena
udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2.
Panen Total
a.
Panen total dapat dilakukan dengan mengeringkan
tambak. Pengeringan
tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus
memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang
penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air
surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga
kedalaman air 10-20 cm.
b.
Panen
menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan
sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut
dilakukan berulang-ulang.Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan
banyak orang.
c.
Panen menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-
ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju
ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya.
Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah
ditangkap.
d.
Panen
memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran
pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-
lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur.
Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang
dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
e.
Panen
menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah
kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut
kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di
lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di
permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang
dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di
dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan
meloncat dan masuk ke dalam jaring.
A.
PASCA PANEN
Pasca
panen merupakan persiapan yang dilakukan sebelum melakukan
panen. Beberapa hal
penting yang perlu diperhatika
n dalam penanganan pasca
panen:
1.
Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2.
Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3.
Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4.
Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5.
Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air
bersih.
6.
Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7.
Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk
mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri
pembusuk (
Salmonella, Vibrio, Staphylococcus
).
8.
Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar