Indonesia merupakan salah
satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Dengan garis pantai
yang panjang ini, Indonesia memiliki potensi kepiting yang sangat besar. dari
234 jenis kepiting yang hidup di perairan Indo-Pasifik Barat, 124 jenis di
antaranya dapat dijumpai di perairan Indonesia. Namun dari antara semua jenis
kepiting ini, hanya beberapa jenis saja yang telah dikenal karena kelezatannya
sebagai makanan.
Rajungan merupakan
komoditas perikanan yang saat ini banyak diminati, memiliki nilai ekonomis
tinggi dan mulai dikembangkan pembudidayaannya. Selain karena rasanya yang
lezat, juga karena nilai jual yang terkenal cukup mahal. Nilai gizi dari
rajungan juga cukup tinggi, dengan protein sekitar 65 persen, mineral 7,5
persen dan lemak tak sampai 1 persen. Rajungan telah diekspor ke berbagai
negara dalam bentuk rajungan segar maupun olahan, di mana rajungan segar banyak
diminta oleh negara Singapura dan dalam bentuk beku ke negara Jepang dan
Amerika. Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan
dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi
di alam.
permintaan negara Amerika Serikat lewat PT. Philips
Seafood Indonesia yang mencapai 60 ribu ton per tahun. Untuk negara-negara di
Asia seperti Singapura, Hong Kong dan Jepang, PT Tonga Tiur memasok ribuan ton
per tahunnya. Sementara itu untuk kebutuhan lokal, dalam jumlah yang sama
dipasok oleh PT Windika Utama. Sayangnya, permintaan itu baru bisa dipenuhi
sekitar 30 ribu ton rajungan atau 7.500 ton daging rajungan per tahun. Secara
keseluruhan di Indonesia ada sekitar 10 perusahaan pengolah rajungan dengan
total kapasitas produksi sebesar 95,25 ton/hari. Realisasinya baru sekitar
57,75 ton/hari atau sekitar 60,63 persen. Itu pun 70 persen berasal dari
rajungan yang ditangkap di alam dan hanya sekitar 30 persen yang dihasilkan
dari kegiatan budi daya. Sehingga peluang bisnis rajungan ini masih terbuka
lebar.
Selain rajungan ukuran
konsumsi sebagai komoditas ekspor unggulan, dewasa ini rajungan ukuran kecil
(berat ± 1,8 gram/ekor) telah menjadi jenis makanan baru yang banyak di minati
oleh orang Jepang sebagai camilan ketika minum sake. Hal ini menjadi peluang
baru dalam usaha budidaya rajungan. Namun peluang ini belum diikuti dengan
teknologi untuk memproduksi benih rajungan tersebut dalam skala massal.
Salah satu kendala dalam
pengembangan teknologi pembenihan rajungan adalah rendahnya persentase sintasan
benih atau tingkat kelangsungan hidup yang dihasilkan dan belum ada teknologi
perbenihan rajungan yang mudah diaplikasikan.
2.1.
Biologi Rajungan
2.1.1.
Klasifikasi Rajungan
dilihat dari sistematikanya rajungan
termasuk ke dalam :
·
Kingdom :
Animalia
·
Sub Kingdom :
Eumetazoa
·
Grade : Bilateria
·
Divisi :
Eucoelomata
·
Section :
Protostomia
·
Filum :
Arthropoda
·
Kelas :
Crustacea
·
Sub Kelas :
Malacostraca
·
Ordo : Decapoda
·
Sub Ordo :
Reptantia
·
Seksi :
Brachyura
·
Sub Seksi :
Branchyrhyncha
·
Famili :
Portunidae
·
Sub Famili :
Portunninae
·
Genus :
Portunus
·
Spesies : Portunus pelagicus
Dari
beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar
merupakan jenis rajungan. Sebagai contoh yang banyak terdapat di Teluk Jakarta
adalah 7 jenis rajungan seperti Portunus
pelagicus, P. sanguinolentus, Thalamita crenata, Thalamita danae, Charybdis
cruciata, Charibdis natator, Podophthalmus vigil.
2.1.2. Morfologi
Secara umum morfologi
rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan
capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada
karapasnya. Rajungan (Portunus pelagicus)
memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri
sembilan buah, dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan
mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi
sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai
kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang
yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung.
Induk rajungan mempunyai
capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri
sebanyak 9 buah yang terdapat pada sebelah kanan kiri mata. Bobot rajungan
dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran karapas sekitar 300 mm (12 inchi),
Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri.
Rajungan mempunyai karapas
berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih
besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian
daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri
sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4
buah duri besar.
Pada hewan ini terlihat
menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Ukuran rajungan antara yang jantan
dan betina berbeda pada umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna
lebih cerah serta berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit
lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya
lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan
jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan
betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram.
Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa.
2.1.3. Habitat Rajungan
habitat rajungan adalah
pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga
berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter.
Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang
bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai
rajungan muda akan kembali ke estuaria.
Rajungan banyak
menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya
menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang
mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Perkawinan rajungan terjadi
pada musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina kemudian
menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang.
Sebagaimana halnya dengan
kerabatnya, yaitu kepiting bakau, di alam makanan rajungan juga berupa ikan
kecil, udang-udang kecil, binatang invertebrata, detritus dan merupakan
binatang karnivora. Rajungan juga cukup tanggap terhadap pemberian pakan
formula/pellet. Sewaktu masih stadia larva, hewan ini merupakan pemakan
plankton, baik phyto maupun zooplakton.
2.1.4. Siklus Hidup
jika kondisi lingkungan
memungkinkan, rajungan dapat bertahan hidup hingga mencapai umur 3 – 4 tahun.
Sementara itu, pada umur 12 – 14 bulan rajungan sudah dianggap dewasa dan dapat
dipijahkan. Sekali memijah, rajungan mampu menghasilkan jutaan telur. Di alam
bebas, jumlah telur yang mampu menjadi rajungan dewasa sangat sedikit, karena
terlalu banyak musuh alaminya.
2.2.
Persyaratan Lokasi Pembenihan
Pemilihan lokasi merupakan faktor utama dalam menentukan
keberhasilan pembenihan rajungan. lokasi pembenihan harus berada di
tepi pantai, hal ini dikarenakan untuk penyediaan air laut sebagai media
pemeliharaan. Air laut tersebut sebelum dimasukkan ke bak pemeliharaan terlebih
dahulu disaring dengan menggunakan filter bag.
Bak yang akan digunakan berada didekat pantai dan penyediaan air laut
lebih mudah untuk disalurkan secara langsung dengan cara dipompa, maka harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kondisi
dasar laut tidak berlumpur.
b. Air
laut yang dipompa harus bersih, jernih dan tidak tercemar dengan salinitas 30 –
34 ppt.
c. Air
laut dapat dipompa secara terus menerus minimal selama 20 jam.
2.3.
Penyediaan Induk
2.3.1.
Sumber Induk
Untuk mendapatkan larva awal (zoea) pada pembenihan rajungan adalah dengan cara membeli induk
rajungan bertelur di luar (tingkat kematangan III). Induk rajungan dapat
diperoleh dari pedagang pengumpul di sekitar lokasi unit pembenihan, atau
dengan memesan langsung pada nelayan rajungan. Dengan kepadatan awal larva 100
ekor/liter dan kapasitas media pemeliharaan sebanyak 8.000 liter dibutuhkan 4
ekor induk rajungan bertelur, sehingga ketika memilih induk perlu diperhatikan
juga tingkat kematangan telur (embrio) pada induk rajungan. Khusus di Jepara,
induk rajungan bertelur per ekornya dibeli dengan harga Rp. 15.000,-.
2.3.2.
Persyaratan Induk
adapun
persyaratan untuk induk rajungan yang dipakai adalah induk matang telur Tk.III,
dengan ukuran lebar karapas antara 12 – 15 cm dengan berat 100 – 300 gram.
2.3.3.
Pemeliharaan Induk
Induk
sebanyak 10 ekor (9 betina dan 1 jantan) ditempatkan dalam bak pemeliharaan
induk yang terbuat dari beton berukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing
3,2 x 1,8 x 1,2 m yang diisi air laut dengan salinitas berkisar 33 – 34 ppt dan
suhu berkisar 30 – 310 C. Bak pemeliharaan tersebut dilengkapi
sistem sirkulasi dan diberi aerasi. Selama pemeliharaan, induk rajungan diberi
pakan berupa cumi-cumi 2 kali sehari. Pergantian air dilakukan sebanyak 50%
volume setiap 2 minggu sekali dan dilakukan penyiponan sisa pakan dan kotoran
setiap 2 atau 3 hari sekali, bergantung sisa pakan yang ada.
2.3.4.
Seleksi Induk Matang Telur
Proses seleksi yang
dilakukan adalah untuk memilih induk yang telah matang telur dan siap ditetaskan.
disarankan
untuk memilih induk dengan warna telur masih kuning atau orange, hal ini dapat
memberi waktu antara 3 – 6 hari bagi teknisi untuk mempersiapkan sarana serta
media bagi pemeliharaan larva rajungan.
untuk mengetahui induk yang
mengandung telur maka dilakukan pengamatan setiap pagi hari. Bila induk telah
mengandung telur berwarna kuning, maka induk tersebut dibiarkan dahulu selama 3
hari dalam bak pemeliharaan induk. Setelah itu dipindahkan dalam bak akuarium
volume 150 liter yang diberi lapisan pasir dan sirkulasi air dengan sistem ‘’double bottom’’ dan diberi aerasi.
Pengamatan telur dilakukan secara intensif setiap pagi hari untuk melihat
perubahan warna telur tersebut. Bila warna telur telah berubah dari kuning, ke
coklat dan hitam seluruhnya dan secara mikroskopik dilihat pada pinggiran telur
tersebut telah berwarna jingga, maka induk tersebut dipindahkan ke dalam wadah
penetasan pada sore hari.
2.4.
Pengeraman dan Penetasan Telur
sebelum
dipelihara di bak pengeraman, rajungan satu persatu dibersihkan terlebih dahulu
dengan air laut steril yang telah dipersiapkan, 1 ekor induk bertelur
ditempatkan dalam 1 bak pengeraman. Penggantian air pada bak pengeraman
dilakukan setiap hari sebanyak 100%, dan selama masa pengeraman induk bertelur
tidak diberi pakan (pemuasaan) Hal ini untuk mengurangi kontaminasi dari pakan
segar yang diberi terhadap telur yang sedang dierami. Selain itu, pada masa
pengeraman induk rajungan tidak mau makan.
Penetasan telur
berlangsung selama 1 – 2 hari setelah induk dimasukkan ke dalam bak penetasan.
Penetasan berlangsung pada pagi hari antara pukul 06.30 hingga pukul 09.00
selama ± 1 – 2 jam. Dalam proses penetasan, induk rajungan akan berenang berkeliling dalam bak penetasan dengan
mengibaskan kaki renangnya secara cepat sambil jalan menggaruk-menggaruk masa
telur. Induk rajungan yang berukuran besar akan
menghasilkan zoea lebih banyak.
Seekor induk rajungan dapat menghasilkan telur sekitar 1 –
2 juta pada ukuran lebar karapas 10 cm – 12 cm dengan derajat penetasan
berkisar 95% – 98%.
2.5.
Pemeliharaan Larva
2.5.1.
Persiapan Media Pemeliharaan Larva
Langkah awal yang
dilakukan dalam pemeliharaan larva rajungan yaitu menyiapkan bak dengan
melengkapi sistem aerasi dan mengisi air laut sebanyak tiga perempat dari
volume bak. Diusahakan dapat mempertahankan suhu air yang konstan 29,50
C – 30,00C, salinitas air 30 – 33 ppt, pH air sekitar 8 – 8,5, oksigen terlarut 4,5 – 5,2 mg/L atau dengan
kecepatan aerasi 60 – 75 detik/Lt dan intesitas cahaya sekitar 2.500 – 3000
lux. Untuk pengaturan suhu air supaya tidak terlalu berfluktuasi antara siang
dan malam, maka dapat dilakukan dengan menutup bak dengan plastik yang diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu teknisi yang bekerja atau dapat juga
dengan memberikan alat pemanas otomatis.
sebelum dilakukan
penebaran, bak pemeliharaan larva harus disiapkan terlebih dahulu sebaik
mungkin sesuai dengan kebutuhan bagi kehidupan larva kepiting. Air yang jernih
dapat diperoleh dengan proses penyaringan di saringan pasir (sand filter ) dan diendapkan selama dua
hari.
air media pemeliharaan digunakan
air laut dengan salinitas antara 31 – 33 ppt, yang telah disaring terlebih
dahulu dengan menggunakan sand filter pada bak reservoir. Pada bak pemeliharaan
dilengkapi dengan 9 buah batu aerasi dengan jarak antar batu aerasi 0,5 m.
Kekuatan aerasi diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu kuat atau lemah
tekanannya.
2.5.2.
Penebaran Larva
larva yang baru menetas (zoea-1) dari bak penetasan, dengan
kondisi larva sehat umumnya berkumpul pada bagian tertentu (melayang di bagian
atas media air) dan diambil secara perlahan dengan gayung. Larva kemudian
ditampung dalam wadah volume 100 liter dan diberi aerasi secara terus menerus
dan dihitung. Larva rajungan diberi larutan formalin dosis 25 mg/L selama 30
menit, dan iodine dosis 150 mg/L selama 10 menit, dengan maksud agar terbebas
dari kontaminasi bakteri, parasit dan jamur. Pemberian formalin dan iodine
dapat dilakukan dengan melarutkannya dalam gayung kemudian dituangkan secara
perlahan dalam bak larva. Larva rajungan yang sehat ditunjukkan dengan gerakan
yang lincah, ukurannya cukup besar (panjang karapas : 500 – 550 mm).
dengan padat penebaran sebesar 50 – 100 ekor/liter, maka
untuk bak pembenihan rajungan dengan volume media pemeliharaan 8.000 liter
dibutuhkan larva zoea sebanyak
400.000 – 800.000 ekor. Larva yang sudah diseleksi dan dihitung kemudian
ditebar pada bak pemeliharaan larva secara hati-hati.
2.5.3. Pengelolaan Pakan
Selama masa pemeliharaan, larva rajungan diberi
pakan berupa makanan alami dan pakan tambahan (artificial feed). pakan yang digunakan selama pemeliharaan rajungan
adalah sebagai berikut :
a.
Chlorella sp
Pemberian inokulant chlorella
sp dilakukan sebelum larva zoea
rajungan ditebar ke bak pembenihan dengan kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml,
kepadatan demikian terus dipertahankan hingga rajungan menjadi benih dan siap
untuk dipanen. Chlorella sp yang
diberikan berfungsi sebagai pakan bagi rotifera
sekaligus mengurangi intensitas cahaya matahari masuk. Penambahan inokulant
plankton ke media pembenihan tergantung pada kepadatan chlorella sp di air media pembenihan.
b.
Rotifera (Brachionus sp)
Rotifera
diberikan setelah larva zoea ditebar
ke bak pembenihan, pemberian rotifera
dilakukan selama 7 hari yaitu pada saat penebaran hingga hari ke-6 dengan
kepadatan sebesar 5 – 15 ekor/ml. Rotifera
diberikan hanya sekali sehari dan diberikan pada pagi hari. Untuk bak
pembenihan rajungan kapasitas 8.000 liter diperlukan 6,25 – 10 ekor/ml.
c.
Naupli Artemia
Naupli artemia diberikan pada hari ke-2 setelah penebaran
larva zoea hingga larva rajungan
menjadi crab 1 (hari 13 atau 14). Naupli artemia diberikan berkisar 5 – 20
Naupli/larva/hari. Pada awal pemeliharaan yaitu dari umur 1 – 6 hari naupli
yang diberikan sebesar 5 – 7 Naupli/larva/hari. Ketika larva rajungan mulai
umur 7 hari hingga hari ke-13 naupli artemia yang diberikan adalah sebesar 10 –
20 Naupli/larva/hari. Naupli artemia diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari (Jam
08.00 WIB) serta malam hari (jam 20.00 WIB).
artemia sangat populer di
pasaran dengan merek dagang yang bermacam-macam. Juga dengan kemasannya. Kista
artemia dalam kemasan kaleng vakum seberat 425 g/kaleng, sementara dalam
kemasan plastik antara 500 – 1000 gram. Untuk menyiapkan pakan larva rajungan
yang berupa nauplius artemia, pertama dengan menyiapkan bak penetasan kista
artemia dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam kaleng kista tersebut.
d.
Pakan Buatan
Pada pembenihan rajungan, pakan buatan yang dipergunakan
merupakan pakan komersial yang biasa dipergunakan pada pembenihan udang windu.
Ukuran pakan yang digunakan berkisar antara 100 – 400 mikron, dimana ukuran
pakan 100 – 150 mikron pada hari 1 – 6, ukuran 200 – 300 mikron pada hari 7 –
13 sedangkan ukuran > 400 mikron dipergunakan mulai umur pemeliharaan hari
ke-14 . Frekuensi pemberian pakan buatan 4x sehari, dengan dosis pakan yang
diberikan mulai 0,4 ppm hingga 1 ppm. Pakan buatan mulai diberikan pada hari
pertama hingga larva zoea rajungan
siap panen.
e.
Udang Kupas
Pemberian udang kupasan yang telah dihaluskan
(diblender) dilakukan ketika larva rajungan menjadi Crab-1 (hari 13 atau 14)
hingga panen (Crab-5 pada hari ke-16). Jumlah udang kupas halus yang diberikan
berkisar 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab. Biasanya udang kupas halus pada crab
1 – 2 diberikan sebanyak 160 – 200 gram per harinya,
jumlah pemberian udang kupas halus ini akan meningkat hingga 450 gram mulai
crab 3 hingga benih siap dipanen.
Tabel 1. Dosis pakan komersial, rotifera dan naupli artemia yang
diberikan selama pemeliharaan larva rajungan
Stadia
Larva
|
Dosis
pakan
komersial
g/M3/hari
|
Ukuran
partikel
pakan
komersial
(mm)
|
Frekuensi
pemberian
(kali/hari)
|
Kepadata
rotifera
(ind./mL)
|
Kepadata
artemia
(ind./mL)
|
Zoea- 1
|
0,5 – 2
|
5 – 30
|
3
|
7
|
0,5
|
Zoea- 2
|
2 – 3
|
30 – 90
|
3
|
10
|
1,0
|
Zoea- 3
|
4 – 5
|
30 – 90 dan
150 – 200
|
3
|
15
|
1,5
|
Zoea- 4
|
6 – 8
|
150 – 200
|
3
|
20
|
2,0
|
Megalopa
|
8 – 10
|
150 – 200
|
3
|
-
|
2,0
|
Sumber : Susanto, dkk., (2005).
2.5.4.
Pengelolaan Kualitas Air Media Pemeliharaan Larva
Sumber air yang baik
digunakan dalam pemeliharaan larva rajungan berupa air laut yang disaring
dengan filter pasir, kemudian disucihamakan dengan chlorin. sumber air untuk pemeliharaan larva rajungan berasal dari
laut yang telah disaring dengan filter pasir, kemudian disterilkan dengan Sodium hypochlorit dan dinetralkan
dengan Sodium thiosulfate.
Pergantian air dalam bak
pemeliharaan larva dimulai saat stadia zoea-2
yaitu sebanyak 10% per hari, kemudian meningkat sampai stadia megalopa menjadi
20% – 50% per hari.
pergantian air dapat
dilakukan setelah menginjak zoea-3,
yaitu sebanyak 25%. Pergantian air dapat ditingkatkan menjadi 30% untuk zoea-4 dan stadium megalopa ke atas.
Pergantian air diatur sedemikian rupa sehingga salinitasnya pelan-pelan turun
hingga pada salinitas 25 ppt pada saat larva mencapai fase kepiting muda (crab). Pada saat pergantian air
hendaknya diusahakan agar tidak terjadi perubahan (fluktuasi) suhu dan
salinitas yang terlalu tinggi.
2.5.5.
Monitoring Pertumbuhan
Laju pertumbuhan dan tingkat
kehidupan (Survival rate) dapat
diketahui dengan cara melakukan sampling. Sampling dilakukan pada malam hari
karena larva rajungan tertarik pada cahaya (Fototaksis positif) sehingga
memudahkan pengamatan terhadap larva. Jika permukaan air bak diberi sinar,
(misalnya lampu senter), maka larva akan berkumpul di permukaan air. Untuk
mengambil sampel, larva dapat diambil dengan menggunakan pipa sepanjang ± 1,5 m
yang dilengkapi kran.
Pengambilan sampel
dilakukan dengan mencelupkan pipa dalam keadaan kran terbuka sampai tinggi air
dalam pipa sama dengan tinggi air dalam bak pemeliharaan larva. Kemudian, kran
ditutup dan ujung pipa bagian bawah disumbat dengan telapak tangan. Dengan
demikian, air sampel dalam pipa terhisap ke atas sehingga pada saat diangkat
air sampel tidak jatuh kedalam bak pemeliharaan larva. Sampling dilakukan
minimal 2 hari sekali karena masa kritis benih rajungan terletak pada larva,
terutama larva yang masih stadia zoea.
Untuk memudahkan perhitungan larva, sebaiknya disediakan alat penghitung larva.
Agar tampak jelas pada perhitungan larva, maka diperlukan wadah yang berwarna
putih untuk menampung sampel yang akan dihitung.
Perkembangan zoea dimonitor setiap hari dengan
melihat perubahan bentuk zoea di
bawah mikroskop. Pengamatan perkembangan zoea
ini penting karena berhubungan dengan jenis dan dosis pakan yang akan
diberikan. Perkembangan stadia zoea
rajungan yang tersaji pada Gambar 4. Pada stadia zoea-1 dapat ditandai dengan melihat pereiopod berjumlah 4 buah,
sedang zoea-2 berjumlah 6 buah atau
lebih. Stadia zoea-3, mulai
muncul/tumbuh pleopod, dan zoea-4
pleopod tumbuh lebih panjang, kemudian bermetamorfosis menjadi megalopa.
2.5.6.
Pengendalian Penyakit
Selain melakukan kegiatan
penggantian air untuk menjaga kualitas air tetap baik, dilakukan pula usaha
preventif (pencegahan) timbulnya penyakit dengan cara pemberian obat-obatan.
Pemberian obat-obatan ini dilakukan setiap tiga hari sekali. Obat-obatan yang
digunakan selama melakukan pemeliharaan larva rajungan ini adalah antibiotik Erithromycin 1,3 ppm, herbisida treflan 0,02 ppm dan Furazolidon 1 ppm. Pemberian obat-obatan
ini dilakukan berselang-seling dengan maksud agar spectrum organisme pathogen
yang dikendalikan lebih luas.
Respon larva rajungan terhadap
obat-obatan dan antibiotik yang diberikan selama pemeliharaan cukup baik yaitu
larva rajungan tidak mati saat diberi perlakuan tersebut. Namun demikian,
penggunaan obat-obatan atau antibiotik secara terus menerus tidak dianjurkan.
Untuk mencegah timbulnya penyakit pada pemeliharaan larva rajungan dapat
dilakukan dengan menjaga keseimbangan bilogis medium pemeliharaan larva.
2.6. Panen dan Pasca Panen
2.6.1. Panen
kegiatan panen dilakukan setelah
seluruh larva memasuki stadia crab-1, yakni setelah berkisar 30 – 40 hari
pemeliharaan. Ukuran crab-1 yang dipanen mempunyai lebar karapas antara 2 – 4
mm dan panjang 2 – 4 mm. Alat yang diperlukan untuk panen larva rajungan adalah
saringan, serok dan mangkok plastik.
Cara panen larva rajungan dilakukan
dengan cara mengurangi air media pemeliharaan melalui saringan hingga mencapai
ketinggian air 10 cm. Kemudian benih ditangkap dengan menggunakan
scopnet/seser.
2.6.2. Pasca
Panen
Larva
rajungan yang dipanen ditampung di dalam ember plastik yang diberi aerasi
lemah. Penghitungan larva dilakukan dengan menggunakan mangkok plastik putih.
Kemudian, benih rajungan yang telah dihitung segera dipindahkan ke dalam wadah
yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan dasar bak yang diberi pasir halus
setebal 0,5 cm sebagai tempat untuk berlindung.
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
menyediakan bio aqua untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro
Harrah's Atlantic City's Casino site is BLACKLISTED
BalasHapusHarrah's Atlantic City has been on the map for 25 years luckyclub and its location is As of June 1, 2020, Harrah's Atlantic City has one casino,